PEMBAHASAN
A. URGENSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAGI
PENGEMBANGAN KUALITAS PEMBELAJARAN
Para penyelenggara pendidikan khususnya yang
berada pada jalur sekolah akhir-akhir ini banyakmenerima kritik dari
masyarakat, pemerintah, orang tua dan bahkan siswa itu sendiri tentang berbagai hal mulai dari nilai UAS
(ujian akhir sekolah) maupun nialai UNAS (ujian akhir nasional) yang menurun,
penguasaan materi pelajaran oleh siswa yang kurang memuaskan, kurangnya
kreativitas dalam proses pembelajaran, dan sikap penolakan terhadap pembaharuan
yang disebabkan oleh banyaknya tugas di luar tugas pokok yang dibebankan oleh
guru.
Berbagai upaya untuk melepaskan dari
kritik-kritik tersebut telah di lakukan , antara lain:
1. Meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui penataran bagi guru;
2. Meningkatkan kulitas pendidikn guru
melaui berbagai penyetaraan, pendidikan kembali (reschooling) maupun pendidikan
lanjutan;
3. Pengadaan buku pegangan;
4. Peningkatan sarana-prasarana serta
fasilitas baik laboratoriom maupun perlengkapan yang di yakini akan memberikan
urunan kepada peningkatan kuaitas pembelajaran siswa; dan
5. Melakukan penelitian.
Memang
harus diakui bahwa upaya-upaya tersebut telah banyak memberikan manfaat dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam proses pembelajaran. Dengan
kata lain bahwa upaya-upaya tersebut sedikit banyak telah dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran guru, tetapi masih dipandang perlu adanya usaha lain guna
pencapaiaan hasil belajar siswa yang lebih optimal. Satu upaya kearah
peningkatan profesionalisme guru sebagai agen pembelajaran dalm upaya
meningkatkan kualitas pendidikan adalah:
1. Pemberdayaan guru sebagai desainer
(perancang) sekaligus pemakai rancangan dimaksud dan
2. Pemberdayaan guru sebagai peneliti dalam
bidangnya (proses pembelajaran)
Hal
ini cukup beralasan, karena dalam dunia penelitian meskipun banyak
menyumbangkan perbaikan, tetapi pada penelitian tenteng proses pembelajaran
dilakukan sebagai kegiatan terpisah dari rutinitas kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru. Penelitian itu menggunakan pendekatan research Development-Dissimination (RDD),prinsipnya bersifat Top-Down, kuat orientasi teoritiknya, dan
generalisasidiolah dan dianalisis dahulu baru selanjutnya diujicobakan di
lapangan, dan apabila bermanfaat baru diimplementasikan secara luas. Pendekatan
penelitian semacam inimemiliki dua kelemahan yaitu:
(1).
Hasilnya tidak dapat segera digunakanuntuk memperbaiki mutu pembelajaran dan;
(2).
Karena guru tidak terlibat langsung dalam penelitian, maka penghayatan akan
masalah dan usaha-usaha perbaikannya sering kurang mengena.
Paradigma
demikian dirasakan tidak sesuai dengan perkembanganpemikiran baru, khususnya
managemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). Pendekatan MPMBS menitik
beratkan pada upaya perbaiakan mutu yang inisiatifnya berasal dari
motivasiinternal pendidikan dan tenaga kependidikan itu sendiri (an effort to intrnally initiate endeavor for
quality improvement) dan bersifat pragmatis naturalisme.
Merujuk
pada permasalahan tersebut, maka peningkatan mutu pendidikan seharusnya
dilakukan lebih fokus dan komprehensif melalui bebrapa cara antara lain:
peningkatan kualitas pendidikan dam tenaga kependidikan lainnya, pelatihan dan
pendidikan, atau memberikan kesempatan menyelesaikan masalah-masalah
pembelajaran dan nonpembelajaran secara profesional lewat penelitian tindakan
secara terkendali, upaya meningkatan kualitas pendidikan dan tenaga
kependidikan lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat
menjalankan tugasnya akan memberikan dampak positif ganda.
·
Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata.
·
Peningkatan
kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar
·
Peningkatan
keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
·
Penerapan
prinsip pembelajaran berbasis pendidikan
Undang-undang
RI nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, merupakan bukti pengakuan
terhadap profesional pekerjaan guru dan dosen semakin mantap. Terlebih lagi di
dalam pasal 14 dan 15 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa guru berhak
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan
hidup minuman dan jaminan kesejahteraan sosial, meliputi gaji pokok, tunjangan
yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi.
Bagi para guru pengakuan dan
penghargaan di atas harus dijawab dengan meningkatkan profesionalisme dalam
bekerja. Guru tidak selayaknya bekerja as
usual seperti era sebelumna,
melainkan harus menunjukkan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi. Setiap
kinerjanya harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara publik maupun
akademik. Untuk itu ia harus memiliki landasan teoretik atau keilmuan yang
mapan dalam melaksanakan tugasnya mengajar maupun membimbing peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran, seorang
guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik menyangkut
peserta didik, subject matter, maupun
metode pembelajaran . sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat prefessional judgement yang didasarkan pada data sekaligus teori yang
akurat. Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mut pembelajaran
secara terus menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal disertai
dengan kepuasan yang tinggi.
Untuk mewujudkan hal tersebut guru
harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususna penelitian tindkan kelas.
Dalam hal ini peran pengawas sebagai pembina dan pembimbing para guru tentu
sangat dibutuhkan. Pengawas tidak hanya berperan sebagai resources person atau
konsultan, bahkan secara kolaboratif dapat bersama-sama dengan guru melakukan
penelitian tindakan kelas bagi peningkatan pembelajaran.
Melalui penelitian tindakan kelas
(PTK) masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran apat dikaji, ditingkatkan dan
dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan
hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis, upaya PTK
diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) dikalangan dosen di LPTK, dan guru siswa di sekolah. PTK
menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja, sebab pendekatan
penelitian ini menempatkan pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya sebagai
peneliti, sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif.
B. PENELITIAN TINDAKAN KELAS DALAM HUBUNGAN
DENGAN PENINGKATAN PROFESIONALITAS GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Hubungan penelitian tindakan kelas
dengan peningkatan profesionalitas guru
Pengakuam
guru sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem
pendidikan nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
(learning agent). Yang
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Berbicara mengenai peran guru
sebagai agen pembelajaran, maka pada dasarnya guru memilih multi peran antara
lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, prekayasa pembelajaran dan memberi
inspirasi belajar bagi peserta didik.
Mengingat sangat pentingnya peranan
guru dalam proses pembelajaran tersebut, maka pendekatan dalam memanfaatkan
penelitiaan untuk memperbaiki pembelajaran lebih beriorentasi pada guru yang
tidak saja sebagai objek, melainkan juga sekaligus sebagai subjek (pelaku)
penelitiaan. Guru tidak lagi dianggap sekedar sebagai penerima pembaharuaan
dari hasil penelitiaan, melainkan juga bertanggung
jawab sebagai perancang (designer) dan pelaku penelitian. Penelitian dengan
pendekatan ini dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas (PTK).
Dalam kegiatan tersebut, guru sebagai professional dengan multi
kompetensi di tuntut untuk dapat menggambarkan hah-hal penting dari apa yang
dilakukan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan pembelajaran sedemikian rupa sehingga ia terbebas dari subyektivitas yang
menyesatkan. Olah karena itu pencatatan dilakukan secermat mungkkin dan seobyektif mungkin. Ia
akan menghindarkan diri dari penggambaran pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya
evaluative. Ia akan berusaha untuk mencatat kejadian sedeskriptif mungkin.
Catatan-catatan
itu selanjutnya akan ia pikirkan secara
jernih dan akan ditafsirkan kebermaknaannya bagi keberhasilan anak
didiknya. Dalam menafsirkan kejadian-kejadian tersebut mungkin seorang guru
memerlukan teman sejawat sehingga ia dapat memahami kejadian-kejadian tersebut
secaraa arif dan professional, artinya tidak dicampuri dengan
kepentingan-kepentingan pribadi atau hal-hal yang sifatnya emosional. Mungkin pula ia merasa perlu
untuk menanyakan kepada siswa mengapa
hal tersebut terjadi. Proses pemikiran kembali kejadian-kejadian dialami dengan menggunakan akal sehat yang
jernih dinamakan proses refleksi. Sedangkan proses untuk mengadakan penafsiran
dan mengecek penafsiran itu kepada pelaku lain dalam hal ini murid atau
berdiskusi dengan kawan sejawat sehingga guru memperoleh kesimpulan yang
mendekati kebenaran dinamakan proses triangulasi.dari titik inilah awal
seseorang memperoleh kesempatan mengidentifikasi dan merumuskan masalah dari
kinerjanya sendiri.
Pada saat sebelum
guru melaksanakan proses belajar mengajar tentu ia mempunyai rencana yang biasa
yang disusun kemudian dia menerapkannya, merefleksikan pengalaman dalam proses
pembelajaran siswa, mencatat pengalaman-pengalaman tersebut, kemudian
mengadakan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman tersebut, dan selanjutnya
guru menafsirkan masalah-masalah yang bersumber dari pengalaman-pengalaman
tersebut untuk menyusun perencanaan yang baru yang diharapkan akan membawa
perubahan perbaikan selanjutnya perencanaan baru tersebut akan diterapkan
kembali, direfleksi kembali, dan dari analisis
kritis akan ditetapkan tindak lanjut berikutnya.
Proses perencanaan, menerapkan, mencatat kejadian,
merefleksi, merencanakan kembali, dan menerapkan kembali rencana perbaikan,
merupakan siklus kegiatan yang pada dasarnya berlangsung terus-menerus
sepanjang kurun waktu proses pembelajaran tersebut diatur dalam satuan –satuan
tertentu, minggu, bulan, semester dan seterusnya.
Penelitian
kaji tindak yang dilakukan dikelas, dimulai tatkala guru sadar ada sesuatu yang
harus diubah. Guru yang bersifat rutin tidak akan merasakan kebutuhan tersebut.
Guru yang professional mudah “tersengat”untuk melihat ketidakberesan dalam
pekerjaan.
Dalam
mengembangkan diri tidak menunggu petunjuk melainkan mengarahkan diri sendiri
dalam pekerjaannya. Menafsirkan kejadia, mengidentifikasi problem, merencanakan
perbaikan, dan melaksanakan rencana tersebut.
Ia
tidak bekerja sendiri melainkan berbagi pengalaman. Bekerjasama dengan sejawat,
dan berdiskusi dengan fasilitator/orang lain. Menambah dan memperbaiki sikap,
keterampilan pengetahuan profesionalnya secara terus menerus.
2. Penelitian
Tindakan Kelas sebagai Penelitian Pengembangan Inovasi Pembelajaran di Sekolah
Penelitian tindakan kelas sebenarnya
merupakan ajang bagi guru untuk berfikir kreatif guna memecahkan masalah
dikelasnya. Kreativitas dalam membelajarkan peserta didik, itulah hakikat dari
tindakan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran dikelas. Tindakan yang
dirancang guru kebanyakan berdasarkan atas sebuah teori yang diambil dari buku tertentu. Namun
sebenarnya tindakan tersebut dikembangkan dan disempurnakan, maka lama kelamaan
akan menjadi sebuah tindakan yang berbeda dari wujud awalnya. Inilah hasil
kreativitas itu, yang mana kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan
untuk menciptakan suatu pproduk baru. Ciptaan itu tidak seluruh produknya harus
baru, ungkin saja kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya.
Demikian juga dalam inovasi pembelajaran, tidak seluruhnya harus baru, namun harus
ada bukti bahwa hasil inovasi tersebut memiliki kelebihan dengan model
sebelumnya. Jadi disini dibutuhkan kreativitas guru, dalam hal ini kreativitas
guru adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, atau melihat
hubungan-hubungan baru antar unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada
sebelumnya. Kreativitas dapat pula kita lihat sebagai suatu proses dan hal ini
mungkin akan lebih esensial. Dengan demikian proses tindakan dalam penelitian
tindakan kelas dapat menjadi hasil inovasi baru yang berupa sebuah model proses
pembelajaran, yang memiliki ciri khas tertentu yang berbeda dengan model
pembelajaran sebelumnya serta memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang belum
dimiliki model pembelajaran sebelumnya.
3. Penelitian
Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa
yunani curir yang artinya pelari,
dan curere artinya tempat berpacu
atau tempat lomba. Dan curriculum berarti “jarak” yang harus ditempuh.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia
pendidikan dan pengajaran, sebagaimana termuat dalam Webster dictionare
(1995) dalam Nurdin S dan Usman BM yang mendefinisikan kurikulum merupakan
sejumlah mata pelajaran disekolah atau diakademi yang harus ditempuh oleh siswa
untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
Menurut Soedjadi kurikulum adalah
sekumpulan pokok-pokok materi ajar yang direncanakan untuk member pengalaman
tertentu kepada peserta didik agar mampu mencapai tujuan yang ditetapkan.
Adapun menurut departemen pendidikan Nasional kurikulum sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kurikulum tidak diartikan secara sempit atau terbatas pada mata pelajaran
saja, tetapi lebih luas daripada itu, kurikulum merupakan aktivitas apa saja
yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi peserta didik dalam belajar
untuk mencapai suatu tujuan. Dapat dinamakan kurikulum, termasuk juga proses
belajar mengajar, mengatur strategi dalam pembelajaran, cara mengevaluasi
program pengembangan pengajaran dan sejenisnya.
Konsep yang dianut adalah, bahwa
pengembangan kurikulum yang terbaik adalah guru. Hal ini dengan semangat yang
termaktub dalam pasal 1 ayat (15) peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang standar pendidikan (SNP), yang
menyatakan:
“Kurikulum KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yag dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
hal-hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum (KTSP) adalah
sebagai berikut:
1. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan
kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah serta social budaya
masyarakat setempat dan peserta didik.
2. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan
kurikulum dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan (E. Mulyasa, 2007:21)
Dengan demikian jelaslah, bahwa dalam
mengembangkan kurikulum maka unsure guru mutlak diperlukan, karena gurulah yang
paling tahu mengenai kondisi tingkat kemampuan peserta didik.
Penelitian kaji tindak melaksanakan baik
pengembangan kurikulum maupun penelitian. Pada saat kurikulum disampaikan
kepada guru, ia akan menggunakannya dengan baik jika ia merasa tertarik,
memperhatikan dan memenuhi kebutuhannya dilapangan. Selanjutnya kesempatan
untuk terlibat aktif dalam mengimplementasikan kurikulum memungkinkan ia member
sumbang saran berupa balikan (feedback) untuk menyempurnakan kurikulum
tersebut.
Disinilah terjadi integrasi antara
penguasaan guru akan materi pelajaran, pengetahuan tentang karakteristik
perkembangan dan kebutuhan siswa, pengetahuan tentang strategi belajar mengajar
dan sikap serta motivasi guru.
DAFTAR PUSTAKA
Trianto, Penelitian tindakan kelas, 2011, Jakarta:
Prestasi pustakaraya